“Jangan pernah sekalipun kau cukur kumismu, sayang”. Kata Dewi Ayu dengan wajah serius. Dewi Ayu memang sering mengucapkan kalimat ini, tapi tidak pernah sekalipun ia mengucapkannya dengan wajah seserius ini. Ma Gendik juga tahu jika Dewi Ayu benar-benar menyukai kumisnya. Hampir setiap hari Dewi Ayu memuji kumisnya, memandang kumisnya tanpa kedip, membelai kumisnya dengan penuh kasih sayang, bahkan setiap malam Dewi Ayu mencumbu kumisnya hingga ia kesulitan bernafas.
“Kenapa
kau begitu menyukai kumisku dan melarangku mencukur kumis ini, Dewi?”. Tanya Ma
gendik, Tangannya membelai rambut Dewi Ayu yang tergerai. Bau lidah buaya dari
rambut Dewi Ayu mendominasi indra penciumannya.
“Kau
tampak gagah dengan kumis ini”. Dewi Ayu menjawab sambil terus mencumbu kumis
Ma Gendik.
Bagaimana
mungkin Ma Gendik tampak gagah jika kenyataannya kumis yang selalu di
bangga-banggakan Dewi Ayu tak lebih dari
kumis ABG yang baru saja tumbuh. Kumisnya tidak tertata rapi. Bahkan, kumisnya
mencar-mencar seperti bubaran demo para buruh di Bundaran HI. Tapi bagi Dewi
Ayu kumis Ma Gendik begitu indah, bahkan lebih indah daripada cincin berhias batu giok peninggalan
neneknya saat perang dulu.
Sore itu, Ma Gendik tengah berdiri di depan cermin sambil menggenggam gunting.
Tidak. Ia tidak akan mencukur kumisnya, ia hanya ingin merapikan kumisnya .
Kadang, Ma Gendik merasa iri pada Bapak-Bapak seumurannya yang memiliki kumis
tebal seperti Komandan Pasukan Belanda saat perang. Yang Ma Gendik tahu,
semakin sering mencukur kumis, semakin tebal dan menawan pula kumis tersebut.
Sejak
muda memang Ma Gendik sama sekali belum pernah mencukur kumisnya, karena
larangan Dewi ayu. Mereka menikah saat umur Ma Gendik 15 tahun dan Dewi ayu 32
tahun. Ma Gendik yang berumur belia secara alamiah menuruti permintaan
istrinya, termasuk permintaan untuk tidak mencukur kumis. Tentu saja, saat itu
Ma Gendik belum tahu jika kumis yang tidak pernah dicukur akan tetap sama seperti
kumis ABG. Saat Ma gendik berumur 28 ia baru sadar jika selama ini istrinya berkata culas.
Istrinya telah membohonginya, istrinya membuat kepercayaan dirinya berkurang
karena kumis ini.
Ma Gendik mengangkat guntingnya,
siap memotong beberapa kumis yang mencar-mencar. Kumis yang membuatnya malu
saat kenduri, tahlilan, dan pertemuan kepala rumah tangga di rumah Pak RT.
Dewi Ayu yang baru saja selesai
mandi masuk kamar dan menjuampai pemandangan yang tidak ingin ia lihat selama
ia hidup. Ma gendik berusaha mencukur kumisnya. Dewi Ayu yang melihat kejadian
ini naik pitam. Ia menyeret suaminya ke kamar mandi, persis seperti seorang ibu
yang memarahi anaknya karena bermain di kubangan sawah tempat kerbau mandi.
Dewi Ayu mencambuk punggung
suaminya; membuat kumis di punggung itu.
Ma gendik merengek, meminta ampun
sekaligus menjelaskan apa yang terjadi. Namun kesalahpahaman Dewi Ayu seperti
racun yang telah membinasakan cintanya pada Ma Gendik. Racun itu telah
menulikan telinga Dewi Ayu, sehingga ia tidak mendengar rengekan minta mapun
suaminya, membutakan mata Dewi Ayu, sehingga ia tidak bisa melihat jika kulit
punggung suaminya telah mengelupas dan mengeluarkan darah, membuat otaknya
beku, sehingga ia tega menyiksa suaminya sendiri.
Racun
yang terbuat dari kesalahpahaman Dewi Ayu terhadap suaminya telah menyatu
dengan sempurna pada jiwa, fisik dan emosi Dewi Ayu. Ia tak peduli jika saat
ini rengekan suaminya lebih keras daripada lolongan anjing dan kucing kawin. Ia
tak peduli jika darah di punggung suaminya muncrat mengenai wajahnya. Yang ia tahu
suaminya telah menghianati permintaannya, suaminya tidak sungguh-sungguh
mencintainya karena permintaan semudah itu telah dilanggar.
Dewi
Ayu berhenti mencambuk suaminya saat tubuh suaminya limbung ke kiri dan
rengekan minta ampun yang keluar dari mulut suaminya tak terdengar lagi. Dewi
ayu panic saat menyadari suami yang paling ia cintai telah mati di tangannya
sendiri. Dewi Ayu berjalan mondar-mandir menyusuri rumahnya. Sungguh, ia tidak
siap mendekam dalam gelapnya penjara.
Karena
panik, Dewi ayu mengambil pisau di dapur. Tadi pagi pisau itu ia gunakan untuk
memotong ayam. Dan kini, pisau itu ia gunakan untuk memotong tubuh suaminya
menjadi 34 bagian—sesuai umur suaminya. Lalu memasukkan potongan potongan tubuh
tersebut ke dalam koper. Lalu ia memotong-motong tubuhnya sendiri menjadi 51
bagian—sesuai umurnya. Lalu memasukkan potongan tubuhnya sendiri ke dalam
koper.
Diikutkan dalam tantangan menulis #FiksiRacun dari @Kampusfiksi