add menu navigasi

Kamis, 28 Januari 2016

Dialogue

Y"Hmm"
"Whut?"
"Nothing"
"R u Ok?"
....
"No, but i smile anyway"
"Mau berbagi cerita?"
"Im tired, just tired. Thats all"
"Why?"
"Dunia terlalu jahat untuk gadis kecil yang baru menganal cinta, lantas patah hati dalam waktu yg singkat..
"Dunia terlalu baik pada penyair yang gampang sekali memikat wanita hanya dengan puisi murahan"
"Jadi sekarang kamu jatuh cinta pada penyair, setelah sebelumnya kamu menyukai pemain piano dan pemain futsal"
"No"
"But?"
"im just obsessed with him"
"Obsession is something that makes people push themselves to reach their goal. So?"
"Shit, im not"
"Yaaa.. i know"
"Tapi, dia melakukan hal yang sama, ada yang sedikit mengganjal dihati"
"Dia? penyair? Pemain piano? Pemain futsal?"
"Berhenti menyebut deretan orang-orang
itu"
"Oke, tapi siapa?"
"Dia yg selama ini ada disampingku"
"Ha?"
"Aku pernah terobsesi dengan ahli bumi, dan secara terang-terangan dia menunjukan kedekatan mereka.. Sekarang hal ini terulang kembali"
"Wait, sepertinya kamu terobsesi pada semua orang"
"Haha, idk. Tapi aku selalu kagum pada orang yang ber-IQ tinggi dan memiliki hidung postugis"
"I know"
"So, what shoud i do?"
"Jangan mudah kagum"
"Damn, tidak ada saran yang lebih menarik?"
"Jangan jatuh cinta"
"fucking off. Srsly i have no time for ur negative bullshit"
"Kurangi mengumpat"
"bastard. Stop it"
"Hargai orang yang berbicara"
"Hentikan, aku sudah tidak memerlukan saranmu"
.....
"Lagipula, kamu bukan orang. Kamu hanya khodamku"

Sabtu, 16 Januari 2016

Buat Awan yang Berarak ke Barat, Saya Kangen

Setahun yang lalu saya membaa novel Mbak Laksmi Pamuntjak yang berjudul Amba. Saya megutuk habis-habisan tindakan kekanakan Amba yang menunggu Bhisma hingga puluhan tahun lamanya. Tolong jangan bertanya mengapa saya membenci ritual "menunggu" yang dilakukan Amba karena akan panjang sekali jawaban yang saya sampaikan. Tapi, yang saya sesali adalah kenyataan bahwa saya juga melakukan hal yang sama seperti yang Amba lakukan. Kenyataan ini saya sadari saat kita sama-sama jauh-kamu pergi ke kota seberang untuk menuntut ilmu, sedangkan saya pergi ke ibukota untuk proses penyembuhan hati. Saya masih sama seperti dulu, perempuan kecil yang selalu melarikan diri dari masalah. Saya dengar kamu saat ini menjai mahaswa STAN. Benarkah? Ah, berpisah denganmu dan tidak adanya komunikasi antara kita membuat saya susah sekali mengetahui kabarmu. Saya membayangkan, jika suatu saat kita bertemu dengan kondisi kamu yang sedang menempuh pendidikan di STAN dan saya yang masih sama seperti Wulida yang dulu-perembuan kecil yang berantakan dan tidak sopan. Saya pasti merasa kecil jika pertemuan itu terjadi. Saya selalu merasa kecil jika bertemu orang-orang hebat. Beberapa bulan yang lalu saya bertemu Mas Jano, seorang penerjemah dari barat. Dalam diskusi singkat bersama Mas Jano dan orang-orang hebat lainnya, hanya saya yang tidak berbicara. Saya selalu kehabisan kata-kata saat bertemu orang hebat, begitu juga saat bertemu denganmu. Saya benci berhitung, jadi jangan bertanya sudah berapa lama saya menunggumu. Sebenarnya saya sudah tidak memiliki alasan apapun untuk menunggu, tapi entah mengapa saya masih menunggu. Mungkin karena cinta saya yang begitu tinggi. Mungkin juga karena kenangan yang tak kunjung pergi. Saya orang yang gagal peka. Mungkin karena inilh saya tidak bisa menangkap gerak-gerik kika kamu mulai bosan. Dulu hubungan kita lama sekali, saya maklum jika kamu bosan. Saya orang yang malas sekaligus jarang mandi, malas nyisir rambut, berlidah tajam, sering mengumpat dan lainnya dan sebagainya. Jadi, saya juga maklum jika kamu menari yang lain-tentunya yang lebih baik dari saya. Kita sering bertengkar. Sering sekali samppai kadang saya merasa muak dengan keegoisan kita. Pertengkaran terakhir kita berujung perpisahan. Saat itu saya merasa gagal dan kalah, karena tidak bisa menyatukan pendapat kita seperti pertengkaran yang sudah-sudah. Kamu tahu lagu missing you yang dibawakan oleh G-Dragon? Saya tidak begitu paha makna lagu itu, tapi yang jelas saya kangen. Kangen yang begitu tinggi hingga perasaan itu membianglala. Saat di Puncak saya berpikir banyak hal, mungkin karena cuaca dingin membuat otak saya bekerja cepat. Saya beranggapan jika kamu itu awan, dan saya hanya capung kecil yang selalu memperhatikanmu dari bawah. Sesering apapun saya memperhatikanmu, kamu tidak akan pernah peduli karena diatas sana saya hanya terlihat seperti butiran rinso yang sekali digosok sudah menghilang. Lalu siapa yang pantas saya salahkan? Perasaan yang membianglala ini atau kenangan yang tak kunjung pergi? Saya kangen F. Puncak, 29 sept 15

Buat Lelaki yang Kuharap Menjadi Imamku Kelak, Jika Ada dan Merasa

Dear Mas, Semoga selalu dalam lindunganNya, dan selalu bahagia. Aku selalu berharap lelaki yang menjadi imamku kelak adalah lelaki yang lebih tua dariku. Bukan karena aku pecinta om-om, tapi karena aku ingin memanggil calon imamku dengan sebutan mas --agar terkesan lucu seperti film-film zaman bahela yang sering dilihat ibu--. Tapi aku malah bertemu denganmu, lelaki yang dua tahun lebih muda dariku. Dan aku selalu berharap kau menjadi imamku kelak. Aku berharap, kita dipertemukan di toko buku. melihat wajah satu sama lain melalui celah diantara dua buku, lalu saling terpesona. Tapi sepertinya aku saja yang terpesona. Tapi harapan selalu tidak sesuai kenyataan. Pertemuan pertama kita sungguh memalukan. Tiba-tiba saja kamu datang, mengulurkan tangan dan menyebutkan nama. Sementara aku kehilangan kata karena melihat rambutmu yang basah terkena air wudhu dan wajahmu yang bersinar selepas sholat. Pertemuan-pertemuan lain berjalan dengan tanpa sengaja, tapi bagiku tetap memalukan. Kamu ingat, saat aku hampir menabrakmu dikoridor sekolah? Saat itu penampilanku sungguh berantakan. Ya. maklumlah, aku menahan buang air besar selama 5 jam. Kalau saja disekolah ada fasilitas WC duduk pasti aku tidak tersiksa (ini aib atau entah apa, tapi aku tidak bisa buang air kalau tidak memakai WC duduk) Setiap hari, aku mati-matian menahan letupan-letupan kecil dihati kala melihatmu. Dan kamu, dengan seenak udelmu makin mempesona tiap harinya. Aku bisa apa? Akhir-akhir ini aku merasa tidak enak. Bukan karena efek bom Sarinah. Tapi, entahlah aku juga tidak tahu. Mungkin karena aku kangen kamu. Aku kangen melihatmu yang dengan kyusuknya berdoa di Mushola. Aku selalu berharap jika dioamu ada namaku yang kau sebut (seperti yang kulakukan) tapi yang kamu sebut nama perempuan lain. Hal ini aku sadari saat pentas seni disekolah. Yang mana kamu membawakan lagu ciptaanmu untuk seorang perempuan lain (dedek-dedek gemes yang cantik sekali). Saat itu aku merasa yang kulakukan tidak ada gunanya. Aku menulis puluhan cerpen untukmu dan semua sia-sia. Aku juga kangen saat dimana kita menjadi lebih dekat. Kamu sering sekali mengirim voice note, yang hanya kubalas dengan chat singkat. Kita berbica banyak hal, mulai dari yang tidak penting hingga penting, dari pembicaraan yang biasa hingga NC. Kita saling mengumpat, saling bertukar doa jelek dan lainnya dan sebagainya. Tapi semenjak aku ke Bekasi kamu menghilang. Aku harus mencarimu dimana?
Ngomong-ngomong selamat menempuh perjalanan panjang yang kamu lakukan dengan jalan kaki ya. Dari Jawa ke Lombok jauh lho, jaga kesehatan, jangan lupa ganti sempak. Aku akan terus terpesona sama kamu meskipun kakimu kapalan akibat perjalanan ini. Ketika rok bertuliska arab yang dipakai AgnezMo menjadi kontroversi. Aku menyadari satu hal. Dunia kita berbeda. Aku hanya seorang perempuan yang suka sekali membaca buku, kadang membaca novel dengan label no cildren under 25, kadang juga membaca buku anak. Sementara kamu seorang musisi yang paindai sekali memikat wanita dengan suara piano yang kamu mainkan. Tapi Aku kangen. Mungkin aku harus pulang dan sesegera mungkin melihat hidung portugismu.