add menu navigasi

Sabtu, 16 Januari 2016

Buat Awan yang Berarak ke Barat, Saya Kangen

Setahun yang lalu saya membaa novel Mbak Laksmi Pamuntjak yang berjudul Amba. Saya megutuk habis-habisan tindakan kekanakan Amba yang menunggu Bhisma hingga puluhan tahun lamanya. Tolong jangan bertanya mengapa saya membenci ritual "menunggu" yang dilakukan Amba karena akan panjang sekali jawaban yang saya sampaikan. Tapi, yang saya sesali adalah kenyataan bahwa saya juga melakukan hal yang sama seperti yang Amba lakukan. Kenyataan ini saya sadari saat kita sama-sama jauh-kamu pergi ke kota seberang untuk menuntut ilmu, sedangkan saya pergi ke ibukota untuk proses penyembuhan hati. Saya masih sama seperti dulu, perempuan kecil yang selalu melarikan diri dari masalah. Saya dengar kamu saat ini menjai mahaswa STAN. Benarkah? Ah, berpisah denganmu dan tidak adanya komunikasi antara kita membuat saya susah sekali mengetahui kabarmu. Saya membayangkan, jika suatu saat kita bertemu dengan kondisi kamu yang sedang menempuh pendidikan di STAN dan saya yang masih sama seperti Wulida yang dulu-perembuan kecil yang berantakan dan tidak sopan. Saya pasti merasa kecil jika pertemuan itu terjadi. Saya selalu merasa kecil jika bertemu orang-orang hebat. Beberapa bulan yang lalu saya bertemu Mas Jano, seorang penerjemah dari barat. Dalam diskusi singkat bersama Mas Jano dan orang-orang hebat lainnya, hanya saya yang tidak berbicara. Saya selalu kehabisan kata-kata saat bertemu orang hebat, begitu juga saat bertemu denganmu. Saya benci berhitung, jadi jangan bertanya sudah berapa lama saya menunggumu. Sebenarnya saya sudah tidak memiliki alasan apapun untuk menunggu, tapi entah mengapa saya masih menunggu. Mungkin karena cinta saya yang begitu tinggi. Mungkin juga karena kenangan yang tak kunjung pergi. Saya orang yang gagal peka. Mungkin karena inilh saya tidak bisa menangkap gerak-gerik kika kamu mulai bosan. Dulu hubungan kita lama sekali, saya maklum jika kamu bosan. Saya orang yang malas sekaligus jarang mandi, malas nyisir rambut, berlidah tajam, sering mengumpat dan lainnya dan sebagainya. Jadi, saya juga maklum jika kamu menari yang lain-tentunya yang lebih baik dari saya. Kita sering bertengkar. Sering sekali samppai kadang saya merasa muak dengan keegoisan kita. Pertengkaran terakhir kita berujung perpisahan. Saat itu saya merasa gagal dan kalah, karena tidak bisa menyatukan pendapat kita seperti pertengkaran yang sudah-sudah. Kamu tahu lagu missing you yang dibawakan oleh G-Dragon? Saya tidak begitu paha makna lagu itu, tapi yang jelas saya kangen. Kangen yang begitu tinggi hingga perasaan itu membianglala. Saat di Puncak saya berpikir banyak hal, mungkin karena cuaca dingin membuat otak saya bekerja cepat. Saya beranggapan jika kamu itu awan, dan saya hanya capung kecil yang selalu memperhatikanmu dari bawah. Sesering apapun saya memperhatikanmu, kamu tidak akan pernah peduli karena diatas sana saya hanya terlihat seperti butiran rinso yang sekali digosok sudah menghilang. Lalu siapa yang pantas saya salahkan? Perasaan yang membianglala ini atau kenangan yang tak kunjung pergi? Saya kangen F. Puncak, 29 sept 15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar