Saya kira sepulangnya dari Jogya, semua hal akan baik-baik
saja. Tapi yang saya kira dan harapkan salah. Semua masih runyam. Dan saya
mempercepat proses resign dari
pekerjaan saya karena alasan pribadi. Oke, Jum’at saya Jobless.
Saya selalu berpikir kalau saya tidak akan pernah bisa ke
Jogya, tidak akan pernah bisa menjadi alumni KampusFiksi. Saya pernah dua kali
mundur angkatan KampusFiksi karena urusan kerjaan yang berbelit-belit. Dan sebelum
acara KampusFiksi 20 digelar saya berkata pada diri saya sendiri “Aku nggak
bakal ikhlas kalau nggak ke Jogya, kalau gagal menjadi alumni KampusFiksi,
kalau nggak ketemu Kak Reza idamanque (Jangan bilang Mas Ikal kalau saya nulis
ini).
Dua minggu sebelum acara KampusFiksi saya terpaksa meng-cancel tiket kereta. Karena di kantor “katanya”
BigBoss datang dan saya tidak bisa cuti. Tapi, seperti yang saya bilang diawal.
Saya tidak akan pernah ikhlas kalau gagal menjadi alumni KampusFiksi. Jadi,
saya menghalalkan segala cara.
Karena saya terlalu banyak akal dan cantik. Tentu saja. Jadi,
2 hari sebelum acara KampusFiksi saya pura-pura sakit. Tapi kepura-puraan sakit
tersebut membuat saya bangkrut. Tapi nggak pa-pa yang penting bagi saya, saya
sampai dengan selamat di Jogya, tanpa ada seorangpun yang tau. Bahkan saya
tidak izin pada Ibuk.
Saya tiba di Jogya pukul 7 pagi di terminal Jombor, dan saya
tidak meminta Mas Kiki menjemput saya. Saya mandiri sekali ya. Saya malah naik
becak, keliling Jogya. Saya merasa menjadi Bule. Tapi saya sedih, karena tiba-tiba
saya menjadi bangkrut.
Saya bukan orang yang langsung akrab dengan orang baru—seperti
Bella. Saya malas ngomong dan punya kegemaran misuh-misuh. Sialnya, setelah
mendengar saya misuh dan membaca postingan yang berisi pisuhan, Mbak Riya
mengelus dada dan ditambahi dengan Mbak Eldina yang berkometar “Di Jember orang
misuh biasa, tapi kalau cewek jarang sekali”. Dan saya tidak memiliki hasrat
misuh selama di Jogya. Padahal saya ingin mendirikan museum pisuhan di semua
tempat yang saya kunjungi.
Teman-teman yang lain sudah banyak sekali yang memposting
apa saja yang kami dapat selama di Jogya. Dan saya tidak akan memposting hal
tersebut, karena tentu saja saya pelit ilmu—saya khilaf nulis ini.
Yang jelas, KampusFiksi mempertemukan saya dengan Agus Noor
dan Mas Reza idamanque—dua orang ini pernah saya buatkan surat. Ngomong-ngomong
soal surat saya masih kesal dengan Mas Wawan yang bochor sekali. Dia dengan
sengaja membeberkan surat untuk Mas Reza yang saya posting sebulan yang lalu.
Saya Cuma ingin bilang, Mas Wawan terbaeq, mending Mas jadi admin di akun
lambeturah, lambenyinyir dan sebagainya, dan lainnya.
Hal yang paling membekas di ingatan saya adalah tidur
rame-rame, berjejer, sama persis seperti pindang. Entah kenapa selama di
KampusFiksi, saya susah tidur. Biasanya saya tidur 10-12 jam perhari dan di
KampusFiksi hanya 5 jam. Mungkin karena atmosfir yang berbeda atau mungkin
karena Mas Reza begitu menyilaukan.
Malam terakhir KampusFiksi—bagi saya, kerana saya pulang
duluan. Beberapa peserta dan Alumni ber-WW-ria. Dan saya orang termichin digame
tersebut. Pertama, saya ngaku-ngaku menjadi guardian angel, kedua saya lupa
saya menjadi apa, yang ketiga saya menuduh Mbak—eh lupa siapa namanya—sebagai
WW padahal saya melihat kartunya, keempat saya membuka kartu Mas Ubay dan tidak
sadar kalau dia SK.
Game tersebut usai dengan terpaksa, karena sudah larut dan
kami masih teriak-teriak. Setelah itu, berlanjut dengan Mas wawan membocorkan
surat terlaknat yang pernah saya buat pada Bella dan Mas Fahkri dan setelah itu
kami bergosip tentang hal-hal nggak penting.
Eh iya, saya hampir lupa, saya kesal dengan Mbak Ela—maaf
saya nyeplos. Gara-gara Mbak Ela saya pulang basah kuyup. La masak, saya
dijemput rombongan di Taman Pintar, lari-lari menembus hujan ternyata pintu
mobil dikunci dan tidak kunjung dibukakan. Untung saat itu saya habis pacaran,
kalau tidak, semua pisuhan saya keluar.
Tapi saya bahagia, terlepas dari kebangkrutan saya
sepulangnya dari Jogya.
Terimakasih KampusFiksi atas ilmunya. Maaf saya tidak bisa
berbagi di sini, karena teman-teman yang lain sudah banyak yang menceritakan. Atau
kita bisa bertemu, ngopi bareng. Tapi kalau saya misuh-misuh kamu biasa saja
ya. Doakan saya istiqamah menulis dan jika tidak berhasil membuat novel
setidaknya cerpen saya dimuat di cerpen koran. Tidak muluk-muluk, radar
Bojonegoro nggak pa-pa.
Terimakasih KampusFiksi
sudah mempertemukan saya dengan orang-orang hebat.
Terimakasih KampusFiksi karena sudah menghadirkan 3 jam
ter-asu di hidupku—baca nulis 3 jam.
Terimakasih KampusFiksi karena selama 3 hari saya tidak
misuh dan dosa saya tentu berkurang.
Terakhir, terimakasih KampusFiksi karena saya bisa
nyuri-nyuri waktu pacaran saat di Malioboro. Pejuang LDR yang bertemu 4 atau 3
bulan sekali, memang begini.
Semoga kita semua tetap menulis.
Salam.
Miura