add menu navigasi

Sabtu, 13 Agustus 2016

Buat Ibuk, Selamat Ulang Tahun

Selamat ulang tahun, Buk.

Seperti yang Ibuk tahu, saya dibesarkan dikeluarga yang tidak begitu mensakralkan ulang tahun. Tidak ada perayaan ataupun ucapan ulang tahun yang diucapkan saat salah satu dari keluarga berulang tahun. Juga tidak ada raut sedih karena kenyataan umur yang sedikit demi sedikit mulai berkurang setiap tahun. Ulang tahun layaknya hari biasa. Tidak ada yang istimewa, bahkan sering lupa dan tidak peduli.


Tapi kali ini izinkan saya bilang selamat ulang tahun ya, Buk. Selamat mengulang tanggal 17 Agustus. Selamat menikmati bagaimana merindingnya merah putih dikibarkan di detik-detik kemerdekaan sekaligus detik-detik kelahiran Ibuk.

Rasanya saya belum pernah mengucapkan selamat ulang tahun selama 20 tahun menjadi anak Ibuk ya.

Buk, saya benci berhitung. Jadi berapapun usia Ibuk sekarang,  saya menganggap usia Ibuk 25 dan kita kakak-beradik.

Dulu saya dan Ibuk tidak sedekat ini ya. Ingatan masa kecil yang masih saya ingat hanyalah Ibuk sering melarang saya ini dan itu. Tidak boleh makan sambil bicara, harus makan dalam keadaan mulut yang tertutup dan kalau bisa gerakan bibir saat mengunyah tidak terlihat, tidak boleh tertawa saat makan, tidak boleh memuntahkan makanan (tapi maaf Buk, sampai sekarang saya masih sering memuntahkan makanan kalau rasanya atau teksturnya tidak enak), tidak boleh duduk ngangkang, tidak boleh manjat pohon kersen. Dan lainnya dan kawannya.

Larangan Ibuk sungguh banyak, dan saat itu saya masih terlalu kecil untuk paham kalau larangan-larangan Ibu semata-mata hanya untuk membentukku menjadi wanita yang benar-benar wanita. Saya malah menganggap Ibuk tidak sayang saya.

Saya dulu pernah berpikir kalau anak Ibuk hanya Anom dan Arif sedangkan saya anak Bapak, yang dilahirkan Bapak lewat pusarnya. Maaf Buk, saya terlalu kecil untuk paham bagaimana Ibu menyayangi saya dengan cara yang tidak saya pahami dan saya sebagai anak terakhir yang kebetulan satu-satunya anak perempuan Ibuk haus kasih sayang.

Saya tumbuh menjadi perempuan yang pendiam, tidak punya ekspresi, selalu menangis saat marah tapi tidak tahu bagaimana caranya marah. Tidak bisa mandiri, segala hal yang saya lakukan sendiri selalu kacau.

Tapi, Buk. Sekarang saya sudah bisa nyuci baju. Sudah mau nyuci piring walaupun kadang saya masih sering muntah melihat sisa-sisa nasi yang menempel dipiring, sering mual dengan bau cucian piring. Saya selalu nyikat lantai kamar mandi kok Buk. Tapi saya sering mual sendiri saat melakukannya. Saya terpaksa Buk melakukannya, karena kalau tidak saya sikat saya bakal muntah-muntah kalau masuk kamar mandi yang bau. Saya sudah mandiri Buk. Walau semua hal yang saya lakukan terpaksa.

Tapi saya masih malas menbereskan kamar, masih tidur dengan buku. Saya sudah gak beli-beli buku lagi Buk. Saya juga tidak membaca sambil tidur lagi. Seorang pernah bilang kalau saya harus menjaga mata saya. Saya nurut karena entah kenapa saya selalu mengiyakan ucapannya.
Buk, tahun ini saya 20 tahun. Ibuk harus tetap sehat. Ibuk harus mendampingi saya saat saya menikah. Ibuk harus melihat saya sukses. Pokoknya Ibuk harus sehat.

Ibuk jangan lupa periksa gula darah tiap bulan. Makan buah. Jangan minum teh terus. Ibuk juga jangan sering-sering melihat katakan putus, saya ndak mau kalau tiba-tiba Ibuk mendaftar katakan putus dan yang diselidiki saya dan mantan bribikan saya.

Saya akan menutup dengan "selamat ulang tahun buk"

Putri kecil Ibuk. 

Diyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar