Ia senang sekali mengunyah permen karet. Katanya untuk
membersihkan mulut. Setiap detik saya melihat ia terus-menerus mengunyah permen
karet. Yang saya tahu ia akan berhenti mengunyah permen karet saat sholat,
makan dan tidur. Bahkan ia tidak pernah sikat gigi, katanya mulutnya sudah
bersih karena kebiasaannya mengunyah permen karet.
Saya pernah masuk ke kamarnya. Disudut kamarnya saya
menemukan begitu banyak bungkus permen karet merek yosan. Ia bercerita ia
mengumpulkan banyak sekali bungkus permen karet yosan dan tidak pernah
menemukan huruf “n”.
“Kalau aku ketemu huruf “n”, aku akan berhenti ngunyah
permen karet”. Saya tertawa terbahak, bagaimana mungkin orang seperti ia
berhenti mengunyah permen karet.
“Kamu jangan tertawa, saya serius”.
“Permen karet adalah bagian dari hidupmu”. Saya mengingatkan.
Bagaimanapun saya tidak ingin melihat kenyataan bahwa setelah berhenti
mengunyah permen karet ia tiba-tiba epilepsi atau tiba-tiba giginya rontok. Ih,
saya ngeri.
“Bagian hidupku Ji Young”
Saya diam. Obrolan ini sudah tidak asik jika ia membahas mas
Ji Young-nya yang katanya super tampan dan sukses membuatnya lupa diri.
Kami terdiam cukup lama, saya melirik ia sedang membuka
permen karet lagi—kali ini rasa melon. Ia menjerit tiba-tiba meracau tidak
jelas, yang saya tangkap dari racauannya ia mendapat huruf “n” dan di huruf “n”
itu terdapat hadiahnya. Katanya ia mendapat kaos bertuliskan yosan dan harus di
tukarkan di penjual terdekat.
xxx
Saya sudah jarang bertemu dengannya, karena kami sama-sama
sibuk, kabar terakhir yang saya dengar ia sedang di Surabaya, mewakili sekolah
dan Kabupaten olimpiade. Olimpiade matematika katanya. Saya tidak tahu apakah
ia masih mengunyah permen karet atau tidak, mungkin yang ia katakan dulu
hanyalah omongan frustrasi karena tidak pernah menemukan huruf “n”.
Sial. Saat saya melamunkannya handphone saya berbunyi nomer
asing.
“Halo”
“Halo, masih ingat denganku?”. Saya kenal betul ini
suaranya. Saya mengangguk dan bodohnya kali ini kami bercakap lewat telepon,
bagaimana mungkin ia bisa melihat saya
mengangguk.
“Aku nggak jadi menukar hadiah huruf “n”-ku. Kata ibuk rugi,
prosesnya susah dan hadiah yang aku dapat Cuma kaos oblong”. Saya tertawa, teringat
perjuangannya memperoleh huruf “n”. Dan siaa-sia—karena tidak ditukar,
“Tapi aku sudah tidak ngunyah permen karet lagi. Aku tepat
janji kan”. Ia tertawa, renyah sekali dan saya ikut tertawa.
“Mas, aku mau cerita, minggu lalu aku ditembak cowok, dia
ngasih aku buku kumpulan puisi. Ada 30-an puisi dibuku itu 75% puisi dibuku itu
dibuatkan buat aku, Mas. Aku merasa spesial”. Ia masih meracau entah tentang
apa, saya tidak bisa mendengar dan menangkap apa yang ia bicarakan karena saya
menahan dada saya yang tiba-tiba sakit. Apa ini yang dinamakan patah hati.
---
Tiga hal yang membaut saya histeris adalah undian permen yosan. Entah percaya atau tidak saya pernah mendapat huruf "n" yang super langka, Ji Young dan kumpulan puisi apel merrah dan hikayat ciuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar